Sabtu, 13 Oktober 2012

Detektif Cilik


Erangan menyeramkan membangunkan Agus. Dengan mata terkantuk-kantuk, ia mencoba mencari sumber suara itu.

“Aaaarghh... tidak... pergi kau... !!” Agus kaget mendengar suara itu. Cepat-cepat ia menyalakan lampu kamar. Ternyata erangan yang menyeramkan itu berasal dari tempat tidur Deden. Rupanya Deden sedang bermimpi. Tempat tidur Deden terletak di sebelah tempat tidur Agus. “Hey, Den! Kalau mimpi jangan berisik, dong. Kakak tidak bisa tidur nih! Besok kakak harus bangun pagi.” Deden terbangun. “Kak, tadi aku mimpi diculik sekawanan perampok. Aku ketakutan.”

“Itu Cuma mimpi, Den. Makanya sebelum tidur, baca doa dulu. Biar mimpimu bagus. Sudah ah, Kakak mau tidur lagi.” Belum sempat Agus memejamkan mata, tiba-tiba ia dikagetkan kembali oleh suara-suara gaduh dari luar kamarnya. Agus mengintip ke luar jendela kamarnya. Ia melihat sekelebatan bayangan hitam. Namun saat ia melihatnya sekali lagi, bayangan itu sudah tidak ada. Ah, mungkin aku salah lihat. Pikirnya. Agus akhirnya tertidur kembali.
Keesokan paginya, saat sarapan, Agus menceritakan sekelebat bayangan yang mengganggu tidurnya semalam. “Mungkin hantu.....” jawab adiknya. “Sudah, sudah... mungkin itu hanya ranting pohon yang goyang tertiup angin. Ayo, lekas berangkat ke sekolah. Nanti Ayah terlambat masuk kantor,” timpal Ayah.

“Nanti malam aku akan menyelidikinya,” pikir Agus. Sepulang sekolah, Agus membeli kue kesukaannya di warung Bi Minah. Di warung itu, terdengar suara ribut ibu-ibu yang sedang mengobrol. Ternyata mereka sedang membicarakan rumah Bu Intan yang tadi malam kemalingan. Agus teringat, Bu Intan adalah tetangga barunya. Suaminya bernama Pak Radi. Rumah mereka hanya terhalang lima rumah. Tanpa lama-lama, Agus membayar kuenya dan pulang ke rumah. Setiba di rumah, Agus berteriak memanggil ibunya. “Bu, Ibu...! Rumah Bu Intan tadi malam kemalingan, ya ? Mungkin bayangan yang semalam aku liat itu, bayangan perampoknya, bu.”

“Menurut kabar yang Ibu dengar, iya, Gus. Tidak ada korban. Hanya beberapa perhiasan dan uang yang dirampok. Ini perampokan yang ketiga di kompleks kita.” Setelah selesai makan dan membuat PR, Agus pamit pada ibunya. Agus berniat menyelidiki perampokan di rumah Bu Intan. Setibanya di rumah Bu Intan, suasana terlihat sepi. Tiba-tiba, Agus mendengar dua orang sedang bercakap dengan suara pelan. Agus tidak bisa mengintip karena tempat mereka agak terhalang tembok.

“Rencana kita berhasil, Tan. Sekarang, tinggal rumah Bu Lilla sasaran kita berikutnya. Kita tetap masih harus berpura-pura sedih kalau kita sudah kemalingan.” Kata Pak Radi. “Siiip... orang-orang di kompleks ini mudah saja dibohongi.” Sahut Bu Intan.
Hah! Apakah itu suara Bu Intan dan Pak Radi ? Kok, mereka tidak terdengar seperti suami istri ? Seperti berbicara pada teman. Apa maksud mereka dengan “sekarang tinggal rumah Bu Lilla?” itu kan nama ibuku, rumahku. Apa jangan-jangan mereka..... Jantung Agus berdebar memikirkan dugaannya.

Malam pun tiba. Setelah semuanya tidur, Agus mengendap-endap ke luar kamarnya dan mengambil senter. Tidak lupa mebawa tape recorder untuk merekam, jika dugaannya benar. Setelah tiba di belakang rumah Bu Intan, Agus berhati-hati agar tidak mengeluarkan bunyi gaduh. Ternyata dugaan Agus benar.  Ada suara beberapa orang sedang berdiskusi. Agus tidak lupa merekam dengan tape recorder-nya. Mereka terdengan akan merampok rumah Bu Lilla. Setiba di rumanya kembali,  Agus segera membangunkan ibu dan bapaknya. Ia memberikan tape recorder-nya. Ayah menyakannya dan mendengarkan rekaman percakapan orang-orang itu.

“Dari mana kamu mendapatkan ini?” tanya Ayah. “Maaf, yah. Tadi Agus keluar rumah diam-diam. Soalnya kalau Agus bilanh, pasti tidak diizinkan. Maaf.” Jawab Agus. “Kalau begitu, kita harus cepat-cepat telepon polisi sebelum mereka datang. Tapi jangan ribut. Kita sergap mereka begitu masuk.”

Beberapa saat kemudian.....

Polisi datang tanpa menarik perhatian tetangga lain dan tanpa membunyikan sirine. Merka bersembunyi di balik gorden dan di balik semak-semak depan rumah. Sesaat kemudian, empat perampok bertopeng masuk ke rumah. Ayah menyalakan lampu. Para perampok itu kaget. Mereka langsung lari. Namun meraka dihadang oleh polisi yang bersembunyi di balik semak-semak.

Akhirnya mereka pun tertangkap basah. Waktu topeng mereka dibuka, ternyata mereka adalah Pak Radi, Bu Intan, dan kedua teman mereka. Semua tertunduk malu, tidak berkata apapun. Akhirnya mereka dibawa ke kantor polisi.

“Terima kasih atas kerja samanya, Pak. Kalau kami tidak diberitahu, mungkin perampok amatir ini akan merajarela,” kata Pak Polisi sambil merjabat tangan Ayah. “Sebenarnya, kalau tidak ada detektif cilik ini, semuanya tidak akan terbongkar,” kata Ayah sambil melirik ke arah Agus. “Tapi lain kali, kalau mau keluar malam, bilang dulu ya...” .  Mereka semua pun tertawa. :D



0 komentar:

Posting Komentar