Erangan menyeramkan membangunkan
Agus. Dengan mata terkantuk-kantuk, ia mencoba mencari sumber suara itu.
“Aaaarghh... tidak... pergi
kau... !!” Agus kaget mendengar suara itu. Cepat-cepat ia menyalakan lampu
kamar. Ternyata erangan yang menyeramkan itu berasal dari tempat tidur Deden. Rupanya
Deden sedang bermimpi. Tempat tidur Deden terletak di sebelah tempat tidur
Agus. “Hey, Den! Kalau mimpi jangan berisik, dong. Kakak tidak bisa tidur nih! Besok
kakak harus bangun pagi.” Deden terbangun. “Kak, tadi aku mimpi diculik
sekawanan perampok. Aku ketakutan.”
“Itu Cuma mimpi, Den. Makanya sebelum
tidur, baca doa dulu. Biar mimpimu bagus. Sudah ah, Kakak mau tidur lagi.” Belum
sempat Agus memejamkan mata, tiba-tiba ia dikagetkan kembali oleh suara-suara
gaduh dari luar kamarnya. Agus mengintip ke luar jendela kamarnya. Ia melihat
sekelebatan bayangan hitam. Namun saat ia melihatnya sekali lagi, bayangan itu
sudah tidak ada. Ah, mungkin aku salah lihat. Pikirnya. Agus akhirnya tertidur
kembali.
Keesokan paginya, saat sarapan,
Agus menceritakan sekelebat bayangan yang mengganggu tidurnya semalam. “Mungkin
hantu.....” jawab adiknya. “Sudah, sudah... mungkin itu hanya ranting pohon
yang goyang tertiup angin. Ayo, lekas berangkat ke sekolah. Nanti Ayah
terlambat masuk kantor,” timpal Ayah.
“Nanti malam aku akan
menyelidikinya,” pikir Agus. Sepulang sekolah, Agus membeli kue kesukaannya di
warung Bi Minah. Di warung itu, terdengar suara ribut ibu-ibu yang sedang
mengobrol. Ternyata mereka sedang membicarakan rumah Bu Intan yang tadi malam
kemalingan. Agus teringat, Bu Intan adalah tetangga barunya. Suaminya bernama
Pak Radi. Rumah mereka hanya terhalang lima rumah. Tanpa lama-lama, Agus
membayar kuenya dan pulang ke rumah. Setiba di rumah, Agus berteriak memanggil
ibunya. “Bu, Ibu...! Rumah Bu Intan tadi malam kemalingan, ya ? Mungkin bayangan
yang semalam aku liat itu, bayangan perampoknya, bu.”
“Menurut kabar yang Ibu dengar,
iya, Gus. Tidak ada korban. Hanya beberapa perhiasan dan uang yang dirampok. Ini
perampokan yang ketiga di kompleks kita.” Setelah selesai makan dan membuat PR,
Agus pamit pada ibunya. Agus berniat menyelidiki perampokan di rumah Bu Intan. Setibanya
di rumah Bu Intan, suasana terlihat sepi. Tiba-tiba, Agus mendengar dua orang
sedang bercakap dengan suara pelan. Agus tidak bisa mengintip karena tempat
mereka agak terhalang tembok.
“Rencana kita berhasil, Tan. Sekarang,
tinggal rumah Bu Lilla sasaran kita berikutnya. Kita tetap masih harus
berpura-pura sedih kalau kita sudah kemalingan.” Kata Pak Radi. “Siiip...
orang-orang di kompleks ini mudah saja dibohongi.” Sahut Bu Intan.
Hah! Apakah itu suara Bu Intan dan
Pak Radi ? Kok, mereka tidak terdengar seperti suami istri ? Seperti berbicara
pada teman. Apa maksud mereka dengan “sekarang tinggal rumah Bu Lilla?” itu kan
nama ibuku, rumahku. Apa jangan-jangan mereka..... Jantung Agus berdebar
memikirkan dugaannya.
Malam pun tiba. Setelah semuanya
tidur, Agus mengendap-endap ke luar kamarnya dan mengambil senter. Tidak lupa
mebawa tape recorder untuk merekam,
jika dugaannya benar. Setelah tiba di belakang rumah Bu Intan, Agus
berhati-hati agar tidak mengeluarkan bunyi gaduh. Ternyata dugaan Agus benar. Ada suara beberapa orang sedang berdiskusi. Agus
tidak lupa merekam dengan tape recorder-nya.
Mereka terdengan akan merampok rumah Bu Lilla. Setiba di rumanya kembali, Agus segera membangunkan ibu dan bapaknya. Ia memberikan
tape recorder-nya. Ayah menyakannya
dan mendengarkan rekaman percakapan orang-orang itu.
“Dari mana kamu mendapatkan ini?”
tanya Ayah. “Maaf, yah. Tadi Agus keluar rumah diam-diam. Soalnya kalau Agus
bilanh, pasti tidak diizinkan. Maaf.” Jawab Agus. “Kalau begitu, kita harus
cepat-cepat telepon polisi sebelum mereka datang. Tapi jangan ribut. Kita sergap
mereka begitu masuk.”
Beberapa saat kemudian.....
Polisi datang tanpa menarik
perhatian tetangga lain dan tanpa membunyikan sirine. Merka bersembunyi di
balik gorden dan di balik semak-semak depan rumah. Sesaat kemudian, empat
perampok bertopeng masuk ke rumah. Ayah menyalakan lampu. Para perampok itu
kaget. Mereka langsung lari. Namun meraka dihadang oleh polisi yang bersembunyi
di balik semak-semak.
Akhirnya mereka pun tertangkap
basah. Waktu topeng mereka dibuka, ternyata mereka adalah Pak Radi, Bu Intan,
dan kedua teman mereka. Semua tertunduk malu, tidak berkata apapun. Akhirnya mereka
dibawa ke kantor polisi.
“Terima kasih atas kerja samanya,
Pak. Kalau kami tidak diberitahu, mungkin perampok amatir ini akan merajarela,”
kata Pak Polisi sambil merjabat tangan Ayah. “Sebenarnya, kalau tidak ada
detektif cilik ini, semuanya tidak akan terbongkar,” kata Ayah sambil melirik
ke arah Agus. “Tapi lain kali, kalau mau keluar malam, bilang dulu ya...” . Mereka semua pun tertawa. :D
0 komentar:
Posting Komentar